Semenjak tiga tahun terakhir, geliat aktivitas kesenian di wilayah Mojosari menunjukkan perkembangan yang diluar dugaan. Keberadaan komunitas-komunitas kesenian yang tumbuh semakin memperkuat kepantasan Mojosari sebagai pusat kota atau ibukota Kabupaten Mojokerto. Kebanyakan komunitas-komunitas yang ada di wilayah Mojosari, diprakarsai oleh para pemuda. Mungkin penyebab utamanya ialah Mojosari yang secara langsung menjadi jalur lintasan yang dipilih untuk menuju kota-kota besar di Jawa Timur, sebut saja Malang dan Surabaya. Para pengendara yang melewati Mojosari tentu saja akan sejenak istirahat di kota Mojosari yang terkenal dengan keteduhannya, ketika mereka singgah, maka akan terjadi kontak budaya antara pendatang dan masyarakat asli Mojosari. Belum lagi, perkembangan teknologi yang memiliki dampak paling besar bagi alasan munculnya berbagai jenis komunitas di Mojosari. Teknologi yang kebanyakan dikuasai oleh para pemuda itulah yang menyulut keinginan para pemuda untuk membentuk suatu komunitas tertentu di Mojosari, mungkin karena mereka mendengar, membaca atau menonton suatu perkembangan jenis kegiatan tertentu dari internet yang berasal dari tempat lain, kemudian karena kesamaan selera atau tujuan maka para pemuda sepakat membentuk suatu komunitas dengan mengajak teman-teman yang lain.
Tumbuhnya komunitas di Mojosari menjadi penanda bahwa selera masyarakat pada suatu jenis kegiatan tertentu atau kesenian tertentu juga mengalami kenaikan. Selain itu, wawasan dan pola pikir yang dibawa oleh komunitas-komunitas ikut menggeser pikiran-pikiran konservatif yang kebanyakan masih dipakai oleh masyarakat Mojosari. Semua itu tak lain adalah karena geliat para pemuda Mojosari, yang entah spirit atas nama eksistensi atau memang niat tulus untuk memberi peranan positif pada masyarakat.
Sejauh ini, sesuai dengan yang saya ketahui. Ada beberama nama-nama kelompok atau komunitas yang bergerak di Mojosari. Hanya saja, peranan-peranannya masih belum bisa dijelaskan secara detail karena riset dan pendataan yang belum merata. Namun, beberapa nama yang dituliskan berikut ialah komunitas-komunitas yang memang jelas sasarannya. Sedangkan parameter yang digunakan ialah berdasarkan konsumen yang dituju pada setiap kegiatan yang diadakan oleh komunitas tersebut. Pencantuman nama-nama berikut lebih karena kegiatannya yang muncul di tengah masyarakat.
Komunitas pertama yang mungkin cukup berumur dan memang diprakarsai oleh 'arek enom' adalah KAJ (Komunitas Arek Japan) yang berdasarkan info dari blog-nya didirikan oleh Ahmad Fatoni, yang masih sibuk menyelesaikan kuliah di Universitas Airlangga, Surabaya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KAJ lebih terkonsentrasi pada pembibitan, pencetakan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dengan fokus sastra. KAJ terlihat begitu getol menumbuhkan semangat cinta sastra, karena memang basic-nya ialah sastra, bersesuaian dengan bidang yang memang digeluti oleh pendirinya. KAJ bisa dibilang, cukup gemilang dalam mencetak anak-anak sekolah untuk mencintai sastra. Mereka masuk ke sekolah-sekolah dan akfif memberikan penyuluhan, pengajaran secara rutin mengenai sastra. Target KAJ jelas, yakni pembibitan terhadap anak-anak sekolah. Hanya yang disayangkan ialah, ketika KAJ berhasil mencetak, KAJ belum menyediakan ruang apresiasi yang bisa digunakan oleh para anggotanya agar bisa bersinggungan langsung dengan masyarakat.
Kemudian Batang Bambu House of Art, yang berdirinya diawali oleh Achmad Fathoni. Seorang mahasiswa jurusan Teater Sendratasik Unesa. Awalnya, Batang Bambu House of Art berfokus sebagai wadah berkesenian bagi siswa-siswa SMP-SMA yang di sekolahnya sulit untuk berkesenian, khususnya teater. Kegiatan yang dibuat oleh Batang Bambu House of Art memang bisa dibilang unik dan inovatif bagi masyarakat Mojosari. Mereka menyuguhkan sesuatu yang baru bagi masyarakat Mojosari, sehingga dengan cepat nama Batang Bambu House of Art di-ingat dan dinanti-nanti kemunculannya oleh masyarakat Mojosari. Namun, seiring dengan perjalanan proses mereka. Batang Bambu House of Art menemukan cita rasa-nya sendiri, yakni pertunjukan-pertunjukan yang bersumber dari kesejarahan dengan mengolah bentuk pertunjukan tradisional yang marak di masyarakat Mojosari, yaitu ludruk. Kemunculan Batang Bambu House of Art yang masih dinanti masyarakat Mojosari adalah suatu tanda yang jelas akan kehausan masyarakat untuk menonton tontonan edukatif dan bersifat 'intim' dengan khalayak.
Lalu berikutnya adalah komunitas musik yang konsisten menghentak tanah tenang Mojosari dengan scream yang merusak konsentrasi, yaitu komunitas musik cadas Mojosari (MMS, HardcoreMojosari, dll) yang pada rentang waktu tertentu, rutin menjaga eksistensinya di GOR Kusuma Bangsa Mojosari. Kehadiran mereka berfokus pada para pemuda yang memang saat ini tengah gandrung dengan musik-musik beraliran cadas. Parkir yang selalu penuh, dan geliat yang sangat konsisten, menjadikan komunitas musik cadas di Mojosari sebagai komunitas paling ajeg dengan konsumen yang tiap tahun bertambah. Studio musik RZ menjadi basecamp serta tempat latihan bagi mereka. Namun, meski konsistensi yang luar biasa dari komunitas musik cadas di Mojosari ini, juga merupakan boomerang apabila tidak adanya inovasi-inovasi baru yang muncul pada tiap kali mengadakan kegiatan musik di GOR Kusuma Bangsa. Belum lagi, mereka juga perlu lebih dekat dengan masyarakat umum untuk membersihkan paradigma negatif yang kebanyakan melekat pada mereka.
BERSAMBUNG
GM
Sumber : Pengamatan dan pembicaraan langsung dengan komunitas yang bersangkutan
0 komentar:
Posting Komentar